Pertanyaan :
1.
Tentang perkembangan ilmu. Bagaimanakah
perkembangan ilmu menurut pendapat ilmuwan lain ? (Selain Thomas Mun)
2.
Tentang teori kebanaran. Adakah teori lainnya ?
3.
Apa pendapat anda tentang teori pragmatic ?
Apakah benar/keliru ?
Jawaban
1.
Tentang Perkembangan Ilmu. Bagaimanakah
perkembangan ilmi menurut pendapat ilmuwan lain, selain Thomas Mun /
1.1.
Perkembangan
ilmu menurut Aguste Comte dalam Scientific
Metaphysic, philosophy, Religion and
Science, 1963, membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu:
a. Religius.
Dalam tahap awal asas, religi-lah yang
dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran
religi
b. Matafisic.
Pada tahap ini orang mulai berspekulasi tentang metafisika dan keberadaan wujud
yang menjadi objek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan
system pengetahuan di atas dasar postulat metafisik.
c. Positif. Tahap terakhir adalah tahap pengetahuan ilmiah
(ilmu) dimana asas-asas yang digunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang
objektif.
1.2.
Perkembangan
Ilmu menurut Amsal Bakhtiar
Amsal Bakhtiar, Filsafat
Ilmu (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) dikutip dari http://van88.wordpress.com/sejarah
perkembangan ilmu-filsafat/ M. Subhan Zamzamy.
Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode:
a. Zaman Yunani kuno,
b. Zaman Islam,
c. Zaman Renaisance, dan
d. Zaman Konpemporer
Penjelasan;
a.
Zaman Yunani kuno,
Periode filsafat Yunani
merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada
waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi
logosentris. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat
yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode
perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru
umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan
sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.
b.
Zaman Islam,
Ilmu-ilmu keislaman seperti
tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih, dan teologi sudah berkembang sejak masa-masa
awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap
sebagai pembawa pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran
rasional berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250 M). Pemikiran ini
dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti
yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi
yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di
kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti
Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
c.
Zaman renaisans dan modern,
Michelet, sejarahwan
terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para
sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode
kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia
sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas
antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad
pertengahan berakhir tatkala datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap
bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah
periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad
kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh
dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri
utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan
rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara
Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme.
d.
Zaman kontemporer.
Perbedaan antara zaman
modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah era perkembangan ilmu
yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer adalah era
perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman
ini meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti
sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu
eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang
teknologi rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman kontemporer
identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan inovasi-inovasi teknologi di
berbagai bidang.
Periodeisasi ini mengandung
tiga kemungkinan. Pertama, menafikan
adanya pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno. Kedua, tidak adanya data historis
tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang sampai pada kita. Ketiga, Bakhtiar sengaja tidak
mengungkapnya dalam bukunya. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, maka
informasi dari teks-teks agama tentang nama-nama yang Adam ketahui, misalnya,
tidak termasuk ilmu tetapi hanya pengetahuan belaka. Jika kemungkinan kedua
yang benar, maka bukan berarti pengetahuan yang tersistem hanya ditemukan dan
dimulai pada zaman Yunani kuno, tetapi ia sudah ada sebelumnya hanya saja
informasinya tidak sampai pada kita. Jika kemungkinan ketiga yang berlaku, maka
penulis perlu mengungkapnya meski hanya sekilas karena keterbatasan referensi
yang ada pada penulis.
1.3.
Perkembangan ilmu menurut Abdul Munir, dikutip dari http://dorokabuju.blogspot.com/2011/12/sejarah-perkembangan-filsafat-ilmu.html
Tahapan
perkembangan Ilmu, meliputi empat fase sebagai berikut:
a. Filsafat
Ilmu zaman kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan munculnya
Renaisance
b. Filsafat
Ilmu sejak munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivism
c.
Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era Positivisme
sampai akhir abad kesembilan belas
d. Filsafat
Ilmu era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir Filsafat Ilmu sejak
awal abad keduapuluh sampai sekarang
Penjelasan ;
a.
Filsafat
Ilmu zaman kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan munculnya
Renaisance
Filsafat yang
dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal manusia pada masa Yunani
Kuno. Di Miletos suatu tempat perantauan Yunani yang menjadi tempat asal mula
munculnya filsafat, ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir (baca: filosof)
besar seperti Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pemikiran filsafat yang
memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri ini berkembang terus pada masa
selanjutnya.
Pada zaman
Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan.
Keduanya termasuk dalam pengertian episteme yang sepadan dengan kata
philosophia. Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan sebagai
an organized body of rational konwledge with its proper object. Jadi filsafat
dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran
Aritoteles selanjutnya pengetahuan rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga
bagian yang disebutnya dengan praktike (pengetahuan praktis), poietike
(pengetahuan produktif), dan theoretike (pengetahuan teoritis).
Pemikirannya hal
tersebut oleh generasi-generasi selanjutnya memandang bahwa Aristoteleslah
sebagai peletak dasar filsafat ilmu.
Selama ribuan tahun sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika Aristoteles diterima di Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu mengaggap bahwa pemikiran deduktif (logika formal atau sillogistik) dan wahyu sebagai sumber pengetahuan.
Selama ribuan tahun sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika Aristoteles diterima di Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu mengaggap bahwa pemikiran deduktif (logika formal atau sillogistik) dan wahyu sebagai sumber pengetahuan.
Aristoteles adalah peletak dasar ‘doktrin sillogisme’ yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemimiran di Eropa sampai dengan munculnya Era Renaisance. Sillogisme adalah argumentasi dan cara penalaran yang terdiri dari tiga buah pernya-taan, yaitu sebagai premis mayor, premis minor dan konklusi.
b.
Filsafat Ilmu
sejak munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivism.
Memasuki
masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan
baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori
oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei
(1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah
serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah human power.
c.
Filsafat Ilmu
zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad kesembilan belas
Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu
memasuki Era Positivisme. Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai
dengan evaluasi yang sangat terhadap ilmu dan metode ilmiah. Aliran filsafat
ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX tokoh-tokoh positivisme membentuk
kelompok yang terkenal dengan Lingkaran Wina, di antaranya Gustav Bergman,
Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto Neurath dan Moritz Schlick.
Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada Universitas Wina Austria telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Induktif. Hal ini memberikan indikasi bahwa perkembangan filsafat ilmu telah memasuki babak yang cukup menentukan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya.
Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru. Sejak tahun 1920 panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivisme Logis atau yang disebut Neopositivisme dan Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh Lingkaran Wina (Winna Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman). Aliran ini merupakan bentuk ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah pemikiran dikenal dengan Positivisme Logic yang memiliki pengaruh mendasar bagi perkem-bangan ilmu. Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah. Pertama, Emperisme dan Positivisme. Kedua, metodologi ilmu empiris yang dikembangkan oleh ilmuwan sejak abad XIX, dan Ketiga, perkembangan logika simbolik dan analisa logis.
Secara umum aliran ini berpendapat bahwa hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu pengalaman indrawi. Selain itu mereka juga mengakui adanya dalil-dalil logika dan matematika yang dihasilkan lewat pengalaman yang memuat serentetan tutologi -subjek dan predikat yang berguna untuk mengolah data pengalaman indrawi menjadi keseluruhan yang meliputi segala data itu.
Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa pengetahuan dan pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi. Menurut mereka wilayah filsafat sama dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya. Tugas filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak diharapkan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk menganalisa masalah dan menjelaskannya. Jadi mereka menekankan analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa terhadap bahasa oleh Harry Hamersma dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad XX, di mana filsafat cenderung bersifat Logosentrisme.
d.
Filsafat Ilmu
era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir Filsafat Ilmu sejak awal
abad keduapuluh sampai sekarang
Perkembangan
Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-filosof yang
memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai sekarang.
Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut zaman Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori falsifikasi-nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn.
Para tokoh filsafat ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian yang sama untuk mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai pemberontakan terhadap Positivisme.
Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak dari gagasan-gagasannya yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang terkenal dengan The Structure of Scientific Revolutions (Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan).
Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang benda seperti yang ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas filsafat Ilmu sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara tak terhingga mengalami revolusi. Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan evolusioner melainkan secara revolusioner.
Salah seorang pendukung aliran filsafat ilmu Baru ialah Paul Feyerabend (Lahir di Wina, Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof yang paling kontroversial, paling berani dan paling ekstrim. Penilaian ini didasarkan pada pemikiran keilmuannya yang sangat menantang dan provokatif. Berbagai kritik dilontarkan kepadanya yang mengundang banyak diskusi dan perdebatan pada era 1970-an.
2. Tentang teori
kebanaran. Adakah teori lainnya ?
2.1.
Dikutip dari
http://dorokabuju.blogspot.com/2011/12/sejarah-perkembangan-filsafat-ilmu.html
a.
Menurut Protogoras (481-411
SM) Kebenaran bersifat subjektif dan relatif, akibatnya tidak akan ada
ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama, bahkan ia tidak
menganggap bahwa teori matematika mempunyai kebenaran absolut.
b.
Socrates membuktikan adanya
kebenaran obyektif yaitu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan
melalui percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan.
c.
Bagi Plato, esensi mempunyai
realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada
bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea.
Terdapat 4
kriteria kebanaran, yaitu;
a.
Teori Corespondence menerangkan bahwa kebenaran
atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti
yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud
oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
b.
Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian
(test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika
kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan
hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat
yang lain.
c.
Teori Pragmatisme. Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek
yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai
dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu
memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan
pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan
kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di
dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan
tuntutan-tuntutan lingkungan.
d.
Kebenaran Religius. Kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat
objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini
secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui
wahyu.
3.
Teori kebenaran menurut
Abbas, H.M., 1997, “Kebenaran
Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Intan
Pariwara, Yogyakarta. Dikutip dari http://defaultride.wordpress.com/2010/06/28/teori-teori-kebenaran-korespondensi-koherensi-pragmatik-struktural-paradigmatik-dan-performatik/
a.
Teori Korespondensi (The
Correspondence Theory of Thruth) memandang bahwa kebenaran adalah kesesuaian antara
pernya-taan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Contoh: “Ibu
kota Republik Indonesia adalah Jakarta”.
b.
Teori Koherensi/Konsistensi
(The Consistence/Coherence Theory of Truth) memandang bahwa kebenaran
ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya
yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar.
c.
Teori Pragmatis (The
Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah
pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata
lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia”. Kata kunci teori ini adalah: kegunaan
(utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang
memuaskan (satisfactory consequencies).
d.
Teori Struktural
Paradigmatik. Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau
perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung
paradigma tersebut.
e.
Teori Performatik. Teori ini menyatakan bahwa
kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contoh
pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti
fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti
fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.
3.
Apa pendapat anda tentang teori pragmatic ?
Pragmatisme berasal
dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dapat
dilaksanakan, dilakukan, tindakan atau perbuatan. Pencetus teori kebenaran
pragmatis dalam bahasa adalah Charles S. Peirce (1839-1914). Sementara falsafah
pramatisme ini dikembangan oleh seorang orang bernama William James di Amerika
Serikat. Menurut filsafat ini dinyatakan, bahwa sesuatu ucapan, hukum, atau
sebuah teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar
jika mendatangkan manfaat. (Ahmad farid mubarok dikutip dari http://kuliahpsikologi.com/artikel-psikologi/teori-kebenaran-pragmatis/).
Jadi berdasarkan teori kebenaran pragmatis adalah
suatu kebenaran atau suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan
tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide
adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, jika membawa
akibat yang memuaskan, dan jika berlaku dalam praktik, serta memiliki nlai
praktis, maka dapat dinyatakan benar dan memiliki nilai kebenaran.
Pada intinya teori ini beranggapan bahwa kebenaran
atau pernyataan dapat diukur dengan kriteria tertentu. Berdasarkan fungsinya
teori pragmatis bersifat relatif, artinya teori itu dianggap benar bila belum
ditemukan teori baru. Dalam teori ini pengumpulan fakta yang mendukung teori
tertentu diproses dengan pembuktian secara empiris.
Untuk menganalisis apakah keliru atau tidaknya
teori kebenaran ini, Saya akan melihatnya dari dua sudut pandang, yaitu berdasarkan dampak yang akan muncul dari
penerapan teori ini. Contohnya mengenai kebijakan yang akan dikeluarkan oleh
seorang menteri atau gubernur yang notabene
merupakan jabatan politis sebagai perwakilan dari partai yang telah
mengusungnya. Tentu saja kebijakan yang mereka keluarkan akan banyak
dipengaruhi oleh kepentingan partainya yang belum tentu dianggap bermanfaat
oleh seluruh masyarakat yang berasal dari berbagai partai politik. Dengan kata
lain, dari sudut pandang negatif, teori ini bisa disalahgunakan oleh
pihak-pihak yang berkuasa dan ingin menguasai dengan memanfaatkan situasi untuk
memenuhi keinginan partai yang pada akhirnya keputusan yang akan diambil
didasarkan atas kepentingan pribadi bukan lagi atas dasar kepentingan bersama
untuk rakyat. Jika dilihat dari sudut pandang positifnya adalah seorang yang
berkuasa bisa mengeluarkan kebijakan atas dasar teori yang dianutnya sebagai
penerapan keilmuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar